Protes yang dilontarkan pebulu tangkis tunggal putri Korea Selatan, An Se-young, selepas meraih medali emas Olimpiade Paris 2024 itu menguak banyak hal tersembunyi selama bertahun-tahun.
Tunggal putri berusia 22 tahun itu mengeluhkan penanganan dan manajemen Asosiasi Bulu Tangkis Korea (BKA) yang menurutnya terlalu meremehkan atlet-atlet mereka.
Mulai dari penanganan cedera yang tidak memadai, metode latihan yang tertinggal, kontrak sponsor sampai pembatasan partisipasi pemain independen di turnamen internasional.
Dilansir dari Hani.co.kr, kasus tersebut kini telah memasuki tahap penyelidikan yang dilakukan oleh Komite Olahraga dan Olimpiade Korea Selatan.
Jika ditemukan ada ketidakberesan di tubuh pelatnas bulu tangkis Negeri Ginseng itu, Tim Audit akan dibentuk.
Berdasarkan liputan surat kabar Korea, Segye Ilbo, 14 Agustus, Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea yang sedang melakukan investigasi terhadap BKA mencurigai Presiden BKA, Kim Taek-gyu, melakukan korupsi.
Hall ini berkaitan dengan isu adanya buyback 30 persen dari sponsor yang tidak tercatat di pembukuan bidang Akuntansi.
Presiden Taek-gyu dituduh secara sewenang-wenang menggunakan uang buyback ini tanpa prosedur seharusnya.
Saat BKA menandatangani kontrak dengan Yonex pada 2023, terdapat klausul payback supplementary aggrement.
Artinya, BKA akan menerima uang tambahan sebanyak 30 persen dari nilai total shuttlecock yang digunakan di seluruh kompetisi yang diadakan.
Diketahui bahwa total shuttlecock yang digunakan saat itu sekitar 20.000 dengan harga satuan 17.900 Won sehingga totalnya adalah 358 juta Won. Dengan adanya klausul diatas, BKA dapat mengamankan biaya 6.000 shuttlecock senilai 107,4 juta Won.
Berita menyebutkan bahwa payback yang diterima BKA dari Yonex tersebut tidak dicatat dalam pembukuan dan digunakan tanpa melalui prosedur yang seharusnya oleh Presiden BKA.
Masalah ini tampaknya sudah dibahas dalam rapat dewan terakhir. Salah seorang executive BKA menyatakan ke media bahwa dalam rapat dewan ke-90 yang diadakan pada Febbruari lalu, terdapat diskusi masalah payback dan semua menginginkan transparansi mengenai hal tersebut.
Namun, Kim Taek-gyu marah dan mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada masalah. “Jadi mengapa saya tidak bisa melakukan ini sesuka saya?”.
“Tahun lalu pengembaliannya 30 persen, tetapi ada kesepakatan terlampir untuk membayar 40 persen pada 2022. Namun sayangnya tidak transparan karena hal seperti ini sudah menjadi ‘kebiasaan’ dalam proyek pengadaan umum nasional.”
Seorang pejabat dari Kementerian mengatakan, “Kami sedang dalam proses memverifikasi informasi terkait buyback karena kami menerima laporan melalui berbagai jalur.”
“Fakta bahwa ada pengembalian dalam kontrak sponsorship dan itu tidak termasuk dalam pembukuan, dan aset yang dijaminkan oleh BKA digunakan atas kebijaksanaan Presiden Kim Taekgyu.”
“Serta adanya kecurigaan juga bahwa Presiden BKA mendistribusikan barang/uang yang diperoleh dengan cara ini kepada rekan dekatnya atau kompetisi lokal. Kalau terungkap jelas digunakan secara sewenang-wenang, bisa jadi masalah,” ujarnya.
Menurut Segye Ilbo pada 13 Juli, Tuan A yang merupakan mantan karyawan asosiasi, menyatakan, “Kim Taekgyu menjalankan asosiasi dengan sikap egois, dan merupakan hal yang rutin baginya untuk mengumpat dan meneriaki orang-orang yang tidak mengikuti instruksinya.”
Tuan A berkata, “Karena suasana yang menindas, sulit bagi orang-orang di dalam asosiasi untuk mengatakan bahwa hal itu tidak benar.”
“Ada karyawan yang tidak tahan dengan hal ini dan meninggalkan perusahaan, dan seorang eksekutif dimaki-maki secara verbal saat makan malam karyawan dengan berkata, ‘Apa yang bisa kamu lakukan?’.
Kim juga diduga memperlakukan karyawan asosiasi seperti karyawan pribadinya bahkan pada akhir pekan dan hari libur serta menuntut protokol yang berlebihan.
Kim juga disebut bahwa dia memanggil karyawan asosiasi sekali atau dua kali seminggu bukan ke kantor asosiasi di Songpa-gu, Seoul, tetapi ke Seosan, Provinsi Chungcheong Selatan, tempat kediaman dan perusahaannya berada.
Dia memperlakukan karyawan tersebut seolah-olah mereka adalah miliknya.
Salah satu karyawan mengatakan, “Saat menghadiri kompetisi olahraga yang diadakan pada jam 11 pagi di Jeollanam-do pada akhir pekan, ia menelepon seorang karyawan dan harus mengantarnya dari Seoul ke Seosan.”
“Bahkan memperlakukannya seperti sopir pribadi terlepas dari hari kerja dan hari libur. bahkan ada karyawan yang berkata dia seperti telah menyetir 1.000 km dalam satu hari.”
Kim Taekgyu menjabat sebagai Presiden BKA ke-31 pada 2021 dan masa jabatannya akan berakhir pada 2025.
Kim, yang memulainya dari ‘sports enthusiast’, pada awalnya tidak terlibat secara signifikan dalam bidang olahraga elite asosiasi.
Namun, dikatakan bahwa ia secara bertahap mulai terlibat dengan pihak elite dan pada akhirnya ia mengambil alih kewenangan di segala sektor dan bersikap menindas.
Menanggapi isu tersebut, BKA menilai tidak ada masalah. Seorang pejabat asosiasi mengatakan, “Kami terpilih untuk kontes proyek liga eskalasi 2022 dan harus membeli shuttlecock untuk berkompetisi.”
“Oleh karena itu, kami dengan sungguh-sungguh meminta Yonex, sponsor resmi asosiasi, dan menandatangani kontrak untuk memasoknya dengan biaya lebih rendah dari harga normal.”
Yonex saat ini menjadi sponsor resmi asosiasi dan tim nasional, menyediakan 2,9 juta dolar (sekitar 4 miliar won) per tahun.
Selain itu, perlengkapan seperti raket, sepatu kets, dan pakaian juga didonasikan senilai 1 miliar won. Asosiasi juga menjelaskan penggunaan payback, sejenis konsep bonus.
“Kami meminta dan menerima dukungan dari Yonex dalam situasi sulit untuk olahraga sehari-hari,” kata salah satu pejabat BKA.
“Ketua Kim Taek-gyu tidak mencuri atau menggunakannya untuk keperluan pribadi, tetapi membagikannya ke setiap asosiasi provinsi dan provinsi yang mengadakan kompetisi, termasuk sistem promosinya.”
Masalah ini juga dibahas oleh dewan direksi asosiasi.
“Ada pendapat untuk mengumpulkan pengembalian dana dan membayar semuanya sekaligus setiap tahun,” ucap pejabat asosiasi.
“Tetapi, saya memahami bahwa itu digunakan karena Ketua Kim menyarankan agar dibagikan tanpa menunggu karena kompetisi sedang berlangsung.”
Yonex juga berada dalam posisi sulit.
“Faktanya, karena kami mensponsori sejumlah besar uang, adalah hal yang tepat bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang wajar dengan mengontrak dengan harga yang wajar untuk bisnis asosiasi,” ucap pejabat Yonex.
“Tetapi hal ini memalukan karena dilaporkan seolah-olah ada korupsi. Kondisi ini meresahkan karena Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata meminta kami untuk menyerahkan data padahal tidak ada korupsi.”